Sabtu, 15 November 2008

Pesatnya Ekonomi Jogja: Bubble atau Fundamental Economy ?

Ditulis oleh salah seorang teman saya, sekedar wacana untuk kita. Ndak tau mau ditaruh di topik apa, ga ada kategorinya.

All credits belong to the author.

PESATNYA EKONOMI JOGJA:

BUBBLE ATAU FUNDAMENTAL ECONOMY?
Anggoro Budi Nugroho (*)

Saya terperangah dengan perkembangan terakhir perekonomian Jogjakarta. Data
statistik Bank Indonesia DIJ (2004) menunjukkan, selama tahun 2003, simpanan
dana pihak ketiga di sektor perbankan DIJ bertambah sebanyak Rp 3 triliun! Dari
Rp 6 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp 9 triliun pada 2003. Lumayan? Tentu,
untuk ukuran Jogja.

Lagi. Data Bank Indonesia (2004) dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2003
menunjukkan, struktur PDB kita tidak lagi didominasi oleh sektor pertanian.
Pertumbuhan telah bergeser dari pertanian sebesar 1,7% (2001) ke sektor industri
manufaktur 3,1% (2001). Kontribusi manufaktur terhadap PDB pun paling besar
dibandingkan sektor lain, yaitu 0,8%. Sedangkan pertanian cuma 0,3%. Rupanya,
pertanian mulai ditinggalkan. Kita bukan lagi masyarakat agraris.


Kita sedang berubah. Indonesia dan Jogja khususnya, akan mengalami transformasi
sosial yang cepat dari agraris ke semi industri. Orang berpindah dari pasar dan
sayur mayur ke teknologi dan informasi. Survey Divisi Kebanksentralan Bank
Indonesia (2002) tentang daya saing perekonomian daerah menunjukkan, Jogja
berada di peringkat ke-5 dalam hal daya saing secara umum. Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) per kapita masyarakat Jogja cuma separuh penghasilan
potensial orang Papua per kepala setahun. Namun, dari perspektif SDM, Jogja
duduk di peringkat ke-2 setelah Jakarta! Rupanya, dari segi otak Jogja
mengalahkan Jawa Timur, Jawa Barat, Kaltim dan Riau yang jauh lebih kaya dua
kali lipat.

Sayang, Jogja tidak mempunyai SDA (tambang) dan pabrik industri besar yang
berarti. Kota ini seharusnya punya pelabuhan yang bisa diakses di selatan.

Jogja banyak orang pintar. Lihat Jalan Gejayan. Semua bisnis selular, komputer
dan fotografi, semuanya dibangun oleh mahasiswa dengan modal dan otaknya
sendiri. Bisnis-bisnis seperti warnet, desain grafis dan konsultan skripsi
adalah core competence yang sangat berpijak pada soft capital (manusia).
Modal-modal fisik seperti mesin di pabrik-pabrik besar tidak dibutuhkan. Ini
menunjukkan, Jogja sarat akan SDM berbakat, kaya akan otak yang penuh gizi ide
dan kreativitas.

Lucas (1988), punya teori menarik. Kalau Solow (1956) pemenang Nobel cenderung
memberatkan pendapatnya pada teknologi sebagai pemacu percepatan pertumbuhan
selain populasi dan akumulasi kapital, Lucas lebih mendasar. Inovasi teknologi
tak banyak terjadi jika manusianya tidak mempunyai otak. Lucas lalu
mengembangkan model matematik yang menjelaskan kemungkinan manusia, isi
kepalanya dan waktu yang dicurahkan difokuskan untuk kepentingan produksi.
Hasilnya? Ajaib! Orang-orang pintar bisa survive membangun kota di padang gurun
sekalipun.

Inilah modal yang menjelaskan mengapa Jogja begitu cepat berkembang. Dua mal
baru akan dibuka tahun 2005 depan, Plaza Ambarrukmo dan Saphir Square. Di
selatan kota ada Jogjatronik. Satu site di Plaza Ambarrukmo akan disewakan
dengan range Rp 28-35 juta/m2 selama 25 tahun. Balik modal? Itung aja NPV nya.
Belum terminal bis baru di Giwangan yang kabarnya sangat klimis. PKL gak boleh
masuk. Bandara Adisucipto juga bisa diakses langsung dari KL dan S'pore. Tahun
depan, kabarnya akan dibuka juga rute ke Sydney, Australia.

Kalau ini yang terjadi, maka 10 tahun ke depan masyarakat Jogja akan
bertransformasi sangat cepat. Dengan perubahan tabungan Rp 3 triliun/tahun,
Jogja punya fasilitas sebanyak itu plus 3 TV lokal. Di Riau yang dana
simpanannya lebih dari Rp 53 triliun, manusia-manusianya belum bisa apa-apa. SDM
nya jauh berbeda. Orang Jogja akan masuk ke era semi industri dan teknologi
informasi.

Apakah ini sebuah perubahan? Tentu! Mudah-mudahan ini bukan bubble economy, tapi
betul-betul perubahan fundamental karena kemampuan orang Jogja sendiri. Hal-hal
di atas telah menjelaskannya. Bersiap-siaplah untuk berubah selalu. Sukses buat
Jogja!

PS. Prospek2 bisnis baru di Jogja: properti, hiburan, coffee shop, butik (dah
jenuh), restoran.

(*) Asisten Peneliti Ekonomi di Yogyakarta, Sarjana Ekonomi Manajemen UGM

0 komentar:

  © Blogger template 'Perfection' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP